BERITA TERKINI

Kodam III Siliwangi Diharapkan Berlapang Dada

SUMBER : OKEZONE
BANDUNG - Komandan Resimen Mahasiswa (Danmen) Maharwaman Jawa Barat, Djoni Widjdja Alwi, berharap semua pihak yang bersengketa berlapang dada dan menahan diri.

Hal itu terkait sengketa lahan dan bangunan Markas Maharwaman Jawa Barat di Jalan Surapati Nomor 29 Bandung antara Maharwaman dan Kodam III/Siliwangi.

"Saya harap Kodam bisa menahan diri tunggu putusan pengadilan hingga tingkat atas. Apapun keputusan hukum kita terima. Kita tunggu kebenaran formil, negara ini kan negara hukum jangan main hakim sendiri," ungkap Djoni di Markas Maharwaman, Bandung, Rabu (20/7/2011).

Dia juga meminta Kodam bisa berlapang dada menunggu putusan pengadilan. Pasalnya pihaknya telah mengajukan sengketa ke Pengadilan Negeri Bandung, dan sudah terdaftar sebagai perkara Nomor 287/PDT/G/2011/PN Bandung yang akan sidang pada 2 Agustus 2011 mendatang.

"Kita uji dulu di pengadilan, jika dipaksa main hakim sendiri tidak pas. Apalagi kami anak Kodam III Siliwangi kok dizalimi," ujarnya.

Dia juga mengimbau kepada para sesepuh Siliwangi untuk memberi dukungan moral terkait kasus sengketa. "Kita bertahan dan akan mempertahankan ini," tegasnya.

Lahan dan bangunan seluas sekira 800 meter persegi itu asalnya dimiliki Ir Sukirman sekitar tahun 60-an. Pada 1963, ada proses tukar guling antara Wardono yang mewakili ayahnya (Sukirman) dan anaknya adik Sidarta yaitu Ira.

Namun saat itu ada peristiwa G 30 S PKI pada 1966. Penghuni rumah itu keluar lalu ditempati Mahawarman. "Kita dapat SK dari Gubernur Jabar untuk tempati ini," kata Djoni.

Sukirman, lanjut Djoni, bisa menempati rumah itu karena mengajukan permohonan konversi sehingga keluarlah sertifikat hak guna bangunan (HGB)-nya Nomor 43/Desa Balubur yang berlaku hingga 24 September 1980.

Namun, hingga 1980 HGB tidak diperpanjang. Maka sesuai UU Agraria tidak diperpanjang maka tanah dan bangunan otomatis dikuasai negara.

Dalam UU Agraria, siapa pun yang menghuni paling lama karena HGB-nya habis maka dia berhak menguasai tempat.

"Kita menolak relokasi, karena kami sudah tinggal di sini sejak 1966, sudah 45 tahun sampai sekarang. Sesuai UU kita berhak ajukan permohonan kembali HGB," paparnya.

Ada pun kaitan Markas Mahawarman dengan Kodam III Siliwangi dalam sengketa, menurut Djoni, pada 1997 ada perjanjian HGB antara Sukirman dan Kodam. Tetapi Djoni tidak mengetahui bagaimana jelasnya perjanjian tersebut.


DARI SUMBER LAINNYA : RADAR BANDUNG
SENIN 18 JULI 2011

MENWA MEMILIH BERTAHAN
KODAM III/SILIWANGI BELUM PASTIKAN PENGOSONGAN

SURAPATI - Meski terancam akan diusir, para anggota Resimen Mahasiswa (Menwa) Mahawarman Jabar memilih bertahan di Markas Staf Komandao Resimen (Skomen). Mereka berharap, pihak Kodam III/Siliwangi bisa menahan diri sambil menunggu putusan hukum tetap.

"Kita mendapat informasi, besok (sekarang), pihak Kodam akan melakukan pengosongan lahan. Hal tersebut, mereka sampaikan secara lisan saat pertemuan resmi di Kartika Sari Dago pada Kamis (14/7) lalu," ujar Komandan Menwa Mahawarman Jabar, Johny Alwi kepada wartawan di Markas Skomen Mahawarman Jabar di Jalan Surapati, kemarin (17/7).
Menurut Johny, dalam pertemuan tersebut Kodam III/Siliwangi menawarkan relokasi markas ke rumah dinas Kepala Zeni Kodam (Kazidam) di Jalan Sriwijaya No 3, Kota Cimahi. Namun Menwa Mahawarman memilih mempertahankan Markas Skomen berdasarkan hukum dan sejarah.
"Kami tidak mengetahui alasan resmi pihak Kodam yang memaksakan berbenturan dengan kami. Pihak yang sebelumnya punya hubungan baik dengan Kodam. Kalau memang dilakukan, mereka tidak menghormati dan menghargai hukum," katanya.
Johny mengaku, sudah 45 tahun pihaknya menempati gedung yang letaknya berada di Jalan Surapati No. 29 tersebut. Dalam penyelesaian sengketa lahan bangunan seluas 810 meter persegi tersebut, Menwa Mahawarman akan melakukan negoisasi dan komunikasi.
"Kita ini seperti bapak ama anak. Kita sebagai anak yang ingin mencari kebenaran berdasarkan proporsinya. Jadi kalau ada upaya paksa, Kodam sudah melakukan pelanggaran hukum dan HAM," kata advokat senior Kota Bandung ini.
Secara terpisah, Kepala Penerangan Kodam (Kapengdam) III/Siliwangi Kol (Arm) Benny Effendy menyatakan pihaknya belum memastikan waktu pengosongan lahan tersebut. Namun pihaknya telah berkali-kali melakukan koordinasi dan mengirim surat terkait proses pengosongan lahan itu.
"Saya malah tidak tahu. Mungkin begini, sudah ada memang surat pemberitahuan, peringatan, terus surat pengosongan, kemudian ada surat panggilan untuk melaksanakan koordinasi. Tetapi masalah pengosongan belum tahu karena kewenangannya ada di Aslog (Asisten Logistik Kodam III/Siliwangi-red)," katanya kepada wartawan saat dihubungi melalui telepon.
Benny berharap, penyelesaian sengketa lahan tersebut bisa diselesaikan secara persuasif dengan terus melakukan koordinasi dilapangan. Bahkan, pihaknya telah menggelar pertemuan dengan pihak Menwa Mahawarman Jabar.
"Masalah ini kita serahkan sama Aslog sebagai ketua tim masalah aset. Kita sudah koordinasi, mungkin ada ksepakatan apa saya belum tahu juga hasilnya. Apalagi bilang ada pengosongan. Kita harapkan memang koordinasi dilapangan sangat baik," jelasnya.
Benny juga mengaku tidak mengetahui jika sengketa lahan tersebut telah masuk ke Pengadilan Negeri Bandung. "Gugatan itu tidak tahu juga. Mungkin akan saya tanyakan ke Kumdam. Saya gak tahu juga masalah itu akan jalan terus atau gimana," paparnya.
Benny menegaskan, Kodam III/Siliwangi mengetahui jika lahan tersebut merupakan milik ahli waris Sidarta dan memang ada aturan tanah diambil alih karena okupasi yang diberikan kepada Menwa Mahawarman. Pihak ahli waris menginginkan serah terima lahan itu diberikan langsung oleh Kodam III/Siliwangi.
"Kita harus mengosongkan lahan itu dan diserahkan ke ahli waris. Kan aturannya ada. Apalagi ahli waris punya surat lengkap, juga dilengkapi data-data dan putusan pengadilan," pungkasnya.(dhi)

SUMBER LAINNYA LAGI

BANDUNG, TRIBUN - Resimen Mahasiswa Mahawarman (Menwa) Jawa Barat diundang Komisi I DPR RI, Rabu (15/6) untuk membahas masalah sengketa tanah di Jalan Surapati 29 Bandung antara Menwa Jabar dan Kodam III Siliwangi.
Wakil Komandan Yon Menwa Jabar Tata Astayuda mengatakan mereka datang ke Komisi I DPR RI bersama 20 orang anggogta Menwa Jabar diterima oleh anggota Komisi I, yakni Ajeng Ratna Suminar dan Salim Mengga, dan anggota Komisi DPR RI lainnya,

Tata mengatakan dalam pertemuan dengan Komisi I ditegaskan jika markas Menwa bukan milik Kodam, tidak berhak mengusir, apalagi Menwa tidak ada di bawah Kodam. Menurut Tata, dalan waktu dekat Komisi Satu akan mengirim surat klarifikasi kepada Kodam III Siliwangi terkait permasalahan ini.

Tata sebelumnya 10 Juni mengirim surat ke Presiden SBY karena kasus tanah dan Gedung di Jalan Surapatu belum menemukan solusi penyelesaiannya..

Surat Kepada Presiden Republik Indonesia Nomor: 01/ Prm / TPPS.29 / VI / 2011 tanggal 10 Juni 2011, tentang Permohonan Perlindungan Hukum Kepada Presiden Republik Indonesia, yang ditembuskan kepada 28 institusi terkait baik di pusat maupun daerah.

Selain itu juga demi tercapainya rasa keadilan dan dalam upaya turut serta menegakkan Supremasi Hukum di Indonesia, sengketa ini didaftarkan oleh Menwa Jabar ke Pengadilan Negeri Bandung dengan Register Nomor: 287 / PDT/G/2011/PN BDG tertanggal 10 Juni 2011.

Menurut Tata, Kodam III Siliwangi kembali memerintahkan Menwa Jabar mengosongkan markasnya melalui Surat Nomor: B/2245/VI/2011 tertanggal 14 Juni 2011 Perihal Pengosongan Rumah di Jalan Surapati No. 29 Bandung ditandatangani Kasdam III Siliwangi Brigjen TNI Meris Wiryadi. (tsm

MENWA PERINGATI ULANG TAHUN KE 50

Sumber : kotabogor.go.id

Peringatan Ulang Tahun ke 50 Corps Resimen Mahasiswa Mahawarman Batalyon VII/SK dilakukan dalam upacara yang dipimpin inspektur upacara Walikota Bogor H. Diani Budiarto dan komandan upacara Rachmat Suheri Lubis berlangsung di Plaza Balaikota, Minggu (21/6) pagi..
Upacara diikuti oleh Korsik Korem, Menwa, Sat Pol PP, Dishub, PPM dan para alumnus anggota Menwa dengan dimeriahkan atraksi bela diri militer dari anggota Menwa

Walikota Bogor Bapak Diani Budiarto mengatakan, bahwa keberadaan Resimen Mahasiswa di tengah-tengah kampus merupakan stabilitor, dinamisator dan motivator bagi para mahasiswa dalam menuntut ilmu di dalam memberikan pengabdiannya.

Untuk itulah, kata Beliau, sebagai eksistensi hakiki keberadaan menwa di tengah-tengah kampus. Namun dalam perjalananya tentu banyak dinamika, banyak event dan banyak peristiwa yang menjadikan keberadaan menwa juga berpengaruh atau terpengaruh oleh berbagai kendala.

Dengan ilmu kita berjuang, dengan ilmu kita mengisi kemerdekaan dan dengan ilmu kita mencerdaskan bangsa. Kontek itulah yang harus tetap di jaga, semangat itu yang perlu terus di pelihara, sehingga siapapun para mahasiswa seharusnya akan tertarik untuk bisa memasuki sebagai Resimen Mahasiswa, kata Beliau.

Lebih lanjut Beliau menambahkan, keberadaan di dunia kampus bukan hanya sekedar untuk mengambil dan menerima ilmu, tetapi bagaimana mengimplementasikan dan memantapkan, paling tidak untuk kemajuan bagi diri sendiri, keluarga, lingkungan masyarakat dan Republik Indonesia.

Menurut Beliau, sudah sekian puluhan tahun kita merdeka. Menjelang 64 tahun tahun ini, tentu banyak pasang surut dalam mengisi kemerdekaan, sudah sejauh manakah kita berperan untuk mengisi, memikul beban pada Republik ini dalam mencerdaskan dan mensejahterakan bangsanya. Kita yang melakukan amanah harus selalu waspada dan sudah seharsnya mengintropeksi sudahkan kita berbuat untuk bangsa dan negera ini.

Usai upacara dilanjutkan diskusi dengan anggota Menwa Dalam diskusi tersebut hadir Danrem 061/Sk Kol. Inf Agus Sutomo, dan Rangkuti alumnus Menwa dari Batalayon VII dan para alumnus Menwa lainnya.

RESIMEN MAHAWARMAN


SEJARAH SINGKAT RESIMEN MAHAWARMAN

SUMBER : http://mahawarman.org
19 Desember 1961 bergeloralah di Yogyakarta Komando Pimpinan Besar Revolusi Presiden RI bung Karno yang menggentarkan dunia dengan Trikora. Seluruh rakyat menyambut komando ini dengan gegap gempita engan semangat revolusi untuk merebut Irian Barat; termasuk juga mahasiswanya. -Trikora-

1. Pantjangkan Sangsaka Merah Putih di Irian Barat
2. Gagalkan Negara Boneka Papuaa
3. Adakan Mobilisasi Umum>

13- VI s/d 14 IX 1959 jauh telah diadakan wajib latih bagi para mahasiswa di Jawa Barat. Mahasiswa yang memperoleh latihan ini siap mempertahankan home-front dan bila perlu ikut memanggul senapan ke medan laga. Mahasiswa-mahasiswa walawa (WAJIB LATIH) dididik di kodam VI/ Siliwangi dan para walawa diberi hak mengenakan lambang Siliwangi.

Sejak Trikora bergema maka kewaspadaan nasional makin diperkuat, makin memuncak sehingga timbul rencana pendidikan perwira cadangan di Perguruan Tinggi.

Berdasarkan dua surat keputusan Pangdam VI Siliwangi, maka oleh pihak Universitas pada 20 Januari 1962 dibentuk suatu badan koordinasi yang diberi nama : Badan Persiapan Pembentukan Resimen Serba Guna Mahasiswa Dam VI Siliwangi disingkat BPP Resimen Mahasiswa DAM VI/ Siliwangi.

1. Prof. drg. R. G. Surya Sumantri ( Rektor Unpad) selaku Koordinator
2. Dr. Isrin Nurdin (Pembantu Rektor ITB) selaku Wakil Koordinator I
3. Drs. Kusdarminto (PR Unpar) selaku wakil Koordinator II
4. Major. Moch. Sunarman dari PUS PSYAD pada waktu itu selaku sekretaris.

Februari 1962 diadakan Refresing Course selama sepuluh minggu di Resimen Induk Infantri dan dilanjutkan dengan latihan selama 14 hari yang dikenal dengan sebutan Latihan Pasopati.

20 Mei 1962
Anggota Resimen Mahasiswa Angkatan 1959 dilantik oleh Pangdam VI/Slw menjadi bagian organik dari Kodam VI/ Slw

Dalam rencana kerja empat tahunnya tercantumlah pembentukan kader inti dan ini sudah terlaksana sejak permulaan semester 2 tahun ajaran 1962-1963. termasuk pembentukan kader inti putri.

Mahasiswa/i Jabar (Bandung Khususnya) mengikuti Latihan di Bihbul, tempat penggodokan prajurit-prajurit TNI. (Sekarang Secaba Dam III/ Slw, Bihbul). Satuan-satuan inti dari Yon mahasiswa dari beberapa universitas dan akademi dikirim ke tempat ini di bawah asuhan pelatih-pelatih dari RINSIL.

12 Juni 1964 keluarlah Surat Keputusan menteri Koordinator Komponen Pertahanan dan Keamanan DR. A.H. Nasution Jenderal TNI yang mengesahkan, Duaja Resimen Mahawarman. Penyerahan Duaja dilakukan oleh Menko sendiri. Garuda Mahawarman resmi berdiri berdampingan dengan Harimau Siliwangi. Last Updated ( Sunday, 03 February 2008 )


SUMBER : http://agungsukses.wordpress.com
Tanggal 13 Juni 1959 sesuai dengan keputusan Pangdam VI/SLW No. 40/2/5/1959 Kolonel Kosasih, dibentuklah Wajib Latih (WALA) Mahasiswa dalam rangka menghadapi kericuhan di Jawa Barat, terutama yang ditimbulkan oleh DI/TII Kartosuwiryo. WALA Mahasiswa angkatan 1959 ini adalah Resimen Mahasiswa pertama di Indonesia, sebagai Komandan pertama adalah Kapten Ojik Soeroto.
Sebagai kelanjutannya, dari tanggal 13 Juni sampai 14 September 1959 diadakan latihan yang pertama di Kota Bandung yang menghasilkan satu Batalyon Mahasiswa dengan kekuatan 6 kompi terdiri atas 4 kompi mahasiswa ITB, 2 kompi gabungan Universitas & Akademi swasta.
Tanggal 19 Desember 1961, sejalan dengan Perjuangan Pembebasan Irian Barat, TRIKORA, keluarlah Instruksi Menteri PTIP No. 1 tahun 1962 tanggal 15 Januari 1962 untuk membentuk Corps sukarelawan di lingkungan Perguruan Tinggi dan Penguasa, Perang Daerah No. KPTS 04/7/1/PPD/62 tanggal 10 Juni 1962, maka terbentuklah “Resimen Mahasiswa Serba Guna”.
Tanggal 24 Januari 1963 terbentuk Batalyon Inti yang memiliki kualifikasi “Perlawanan Rakyat” sesuai dengan keputusan bersama Menko Hankam, Kasab & Menteri PTIP No.M/A/20/63.
Tanggal 21 April 1964 untuk mewujudkan Pembentukan Resimen Mahasiswa di tiap Kodam, maka Batalyon Inti digabung dalam satu wadah Resimen Mahasiswa yang disebut Resimen Mahawarman.
Tanggal 12 Juni 1964 Jendral A.H Nasution selaku Menko Hankam/Kasab mengesahkan Dhuaja Resimen Mahasiswa Jawa Barat. Tanggal 13 Juni 1964 pada upacara parade/defile di Lapangan Diponegoro, Dhuaja ini diserahkan kepada Komandan Resimen Mahawarman Kapten Ojik Soeroto oleh Jenderal A.H Nasution yang didampingi Menteri PTIP Prof.Ir. Tojib Hadiwidjaja dan Pangdam VI/Siliwangi Kolonel Ibrahim Adjie.
Pada kesempatan ini Menteri PTIP menganugerahkan nama Resimen Mahawarman bagi Resimen Mahasiswa di Jawa Barat yang berarti “Perisai yang Agung”. Dengan Motto “Widya Castrena Dharma Siddha” yang berarti “Penyempurnaan Pengabdian dengan Ilmu Pengetahuan dan Ilmu Keprajuritan

SEJARAH RESIMEN MAHASISWA INDONESIA


SUMBER : http://www.menwamahatara.org

SEJARAH RESIMEN MAHASISWA INDONESIA

Latar Belakang I (Motivasi Peran Serta Pemuda & Mahasiswa Dalam Bela Negara).

A. Motivasi Historis

1. Masa Perjuangan Pergerakan Nasional (Bodi Oetomo 20 Mei 1908) dan Sumpah Pemudah 28 Oktober 1928).
2. Masa Pendudukan Jepang (Barisan GAKUKOTAI - Pasukan Pelajar Mahasiswa Bentukan Jepang dan Ikrar Pemuda Menteng Jakarta 3 Juni 1945).
3. Masa Kemerdekaan (TRIP, TP, TGP, MOBPEL, CM, BKR Pelajar dan TKR Pelajar).

B. Motivasi Sifat dan Watak Kepribadian Bangsa Indonesia

1. Konstitusi dan Tata Kehidupan dalam bernegara dan Bermasyarakat.
2. Kegotongroyongan yang Berazaskan Kekeluargaan.

C. Motivasi Sosiologis

1. Kemerdekaan dan Lingkungan sebagai Makluk.
2. Kemerdekaan dan Kepentingan Kedaulatan Negara.

D. Motivasi Tuntutan Perkembangan Teknologi Modern (Perang bersifat total semesta)

E. Motivasi Yuridis

1. UUD 1945 Pasal 30.
2. TAP MPR RI (1973, 1978, 1983 dan 1988).
3. UU Nomor 29 Tahun 1954 tentang Pertahanan Negara, yang diganti dengan UU Nomor 20 Tahun 1982 tentang Pokok-Pokok Pertahanan Keamanan Negara.
4. UU Nomor 1 Tahun 1988 tentang Perubahan UU Nomor 20 Tahun 1982.
5. UU Nomor 74 Tahun 1957 tentang Keadaan Bahaya.
6. UU Nomor 75 Tahun 1957 tentang Veteran Pejuang.
7. UU Nomor 14 Tahun 1962 tentang Penerapan PERPU Nomor 1 Tahun 1962 tentang Mobilisasi Umum.
8. PP Nomor 51 Tahun 1963 tentang Cadangan Nasional.
9. Keppres Nomor 55 Tahun 1972 tentang Penyempurnaan Organisasi Hansip Wankamra.

Latar Belakang II (Keterlibatan Pelajar & Mahasiswa Dalam Sejarah Perjuangan Nasional).

A. Masa Perjuangan Pergerakan Nasional.

Sejarah perjuangan pergerakan nasional dimulai sebagai babakan baru dengan lahirnya gerakan “BOEDI OETOMO” pada tanggal 20 Mei 1908 oleh para mahasiswa STOVIA Jakarta. BOEDI OETOMO merupakan wadah pergerakan kebangsaan yang kemudian menentukan perjuangan nasional selanjutnya. Dengan lahirnya gerakan ini, maka terdapat cara dan kesadaran baru dalam kerangka perjuangan bangsa menghadapi kolonial Belanda dengan membentuk organisasi berwawasan nasional. Organisasi ini merupakan salah satu upaya nyata untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan dan selanjutnya terbentuklah berbagai organisasi perjuangan yang lain, seperti Syarikat Dagang Islam, Indische Partij dan lain sebagainya.

Mahasiswa Indonesia di negeri Belanda pada tahun 1908 mendirikan Indische Verenigde (VI) yang berubah menjadi Perkoempoelan Indonesia (PI), kemudian pada tahun 1922 berubah lagi menjadi Perhimpoenan Indonesia (PI). Sejak itu hingga tahun 1924 PI tegas menuntut kemerdekaan Indonesia, hingga pada dekade ini, para pemuda mahasiswa Indonesia yang belajar di luar negeri telah membuka lembaran baru bangsa Indonesia untuk memperoleh kemerdekaan Indonesia melalui forum luar negeri.

Perhimpoenan Indonesia (PI-1922), Perhimpoenan Peladjar-Peladjar Indonesia (PPPI-1926) dan Pemoeda Indonesia (1927) merupakan organisasi pemuda dan mahasiswa yang memiliki andil besar dalam merintis dan menyelenggarakan Kongres Pemoeda Indonesia tahun 1928, kemudian tercetuslah “Soempah Pemoeda”. Dengan demikian, semangat persatuan dan kesatuan semakin kuat menjadi tekad bagi setiap pemuda Indonesia dalam mencapai cita-cita Indonesia merdeka.

B. Masa Pendudukan Jepang.

Tekanan pemerintah Jepang mengakibatkan aktifitas pemuda dan mahasiswa menjadi terbatas, bahkan menjadikan mereka berjuang di bawah tanah. Sekalipun demikian para pemuda mahasiswa mampu mengorganisir dirinya dengan mengadakan sidang pertemuan pada tanggal 3 Juni 1945 di Jl. Menteng 31 Jakarta, dengan menghasilkan keputusan bahwa pemuda mahasiswa bertekad dan berkeinginan kuat untuk merdeka dengan kesanggupan dan kekuatan sendiri. Keputusan tersebut kemudian dikenal dengan Ikrar Pemoeda 3 Joeni 1945.

Menjelang Jepang terpuruk kalah tanpa syarat dalam Perang Dunia II, untuk memperkuat posisinya di Indonesia, Jepang melatih rakyat dengan latihan kemiliteran. Tidak ketinggalan pemuda, pelajar dan mahasiswa. Pasukan pelajar dan mahasiswa yang dibentuk oleh Jepang disebut dengan “GAKUKOTAI”.

C. Masa Kemerdekaan.

Meskipun kemerdekaan Indonesia telah diproklamirkan, keikutsertaan pemuda dan mahasiswa terus berlanjut dengan perjalanan sejarah TNI. Tanggal 23 Agustus 1945, PPKI membentuk BKR. Di lingkungan pemuda dan mahasiswa dibentuk BKR Pelajar. Setelah mengikuti kebijakan Pemerintah tanggal 5 Oktober 1945, maka diubah menjadi TKR, sedangkan di lingkungan pelajar dan mahasiswa diubah menjadi TKR Pelajar.

Pada tanggal 24 Januari 1946 TKR diubah lagi menjadi TRI. Untuk mengikuti kebijakan Pemerintah ini, pada kesekian kalinya, laskar dan barisan pemuda pelajar dan mahasiswa mengubah namanya. Nama-nama tersebut menjadi bermacam-macam antara lain: TRIP, TP, TGP, MOBPEL dan CM.

Pada tanggal 3 Juni 1946, Presiden RI telah mengambil keputusan baru untuk mengubah TRI menjadi TNI. Keputusan ini dimaksudkan agar dalam satu wilayah negara kesatuan, yaitu tentara nasional hanya mengenal satu komandan. Dengan demikian maka laskar dan barisan pejuang melebur menjadi satu dalam TNI. Sementara itu laskar pelajar dan mahasiswa disatukan dalam wadah yang kemudian dikenal sebagai “Brigade 17/TNI-Tentara Pelajar”. Peleburan badan-badan perjuangan di kalangan pemuda pelajar dan mahasiswa ini merupakan manifestasi dari semangat nilai-nilai persatuan dan kesatuan, kemerdekaan serta cinta tanah air, dalam kadarnya yang lebih tinggi. Semangat berjuang, berkorban dan militansi untuk mencapai cita-cita luhur dan tinggi, merupakan motivasi pemuda pelajar dan mahasiswa yang tidak pernah padam hingga sekarang, yaitu dengan mengisi kemerdekaan melalui pembangunan nasional.

TERBENTUKNYA RESIMEN MAHASISWA INDONESIA

Masa Penegakan Kedaulatan Republik Indonesia.

1. Dengan diakuinya kedaulatan Negara Kesatuan RI sebagai hasil keputusan Konferensi Meja Bundar 27 Desember 1949 di Den Haag, maka perang kemerdekaan yang telah mengorbankan jiwa raga dan penderitaan rakyat berakhir sudah. Karenanya Pemerintah memandang perlu agar para pemuda pelajar dan mahasiswa yang telah ikut berjuang dalam perang kemerdekaan, dapat menentukan masa depannya, yaitu perlu diberi kesempatan untuk melanjutkan tugas pokoknya, “BELAJAR”. Sehingga pada tanggal 31 Januari 1952 Pemerintah melikuidasi dan melakukan demobilisasi Brigade 17/TNI-Tentara Pelajar. Para anggotanya diberi dua pilihan, terus mengabdi sebagai prajurit TNI atau melanjutkan studi.
2. Kondisi sosial ekonomi dan politik di dalam negeri sebagai akibat dari pengerahan tenaga rakyat dalam perang kemerdekaan, dianggap perlu diatur dan ditetapkan dengan Undang-Undang. Maka dikeluarkanlah UU Nomor 29 Tahun 1954 tentang Pertahanan Negara. Pada dekade 1950-an, ternyata perjalanan bangsa dan negara ini mengalami banyak ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan. Pemberontakan demi pemberontakan terjadi di tengah-tengah perjuangan untuk membangun dirinya. Pemberontakan itu antara lain DI/TII, pemberontakan Kartosuwiryo dan sebagainya. Pemberontakan meminta banyak korban dan penderitaan rakyat banyak. Rakyat tidak bisa hidup dengan tenang, karena situasi tidak aman dan penuh kecemasan.
3. Memperhatikan kondisi semacam itu, satu tradisi lahir kembali. Para mahasiswa terjun dalam perjuangan bersenjata untuk ikut serta mempertahankan membela NKRI bersama-sama ABRI. Sebagai realisasi pelaksanaan UU Nomor 29 Tahun 1954, diselenggarkan Wajib Latih di kalangan mahasiswa dengan pilot project di Bandung pada tanggal 13 Juni 1959, yang kemudian dikenal dengan WALA 59 (Wajib Latih tahun 1959). WALA 59 merupakan batalyon inti mahasiswa yang merupakan cikal bakal Resimen Mahasiswa sekarang ini. Kemudian disusul Batalyon 17 Mei di Kalimantan Selatan. Bermula dari itulah, pada masa demokrasi terpimpin dengan politik konfrontasi dalam hubungan luar negeri, telah menggugah semangat patriotisme dan kebangsaan mahasiswa untuk mengabdi kepada nusa dan bangsa sebagai sukarelawan. Penyelenggaraan pendidikan dan latihan kemiliteran selanjutnya dilaksanakan untuk mempersiapkan mahasiswa sebagai potensi pertahanan dan keamanan negara melalui RINWA (Resimen Induk Mahasiswa), yang selanjutnya namanya berubah menjadi MENWA (Resimen Mahasiswa).

Masa Orde Lama.

Persiapan perbetuan Irian Barat ditandai dengan upaya-upaya memperkuat kekuatan nasional. Di lingkungan mahasiswa dikeluarkan Keputusan Menteri Keamanan Nasional Nomor : MI/B/00307/61 tentang Latihan Kemiliteran di perguruan tinggi sebagai "Pendahuluan Wajib Latih Mahasiswa". Dengan dicanangkanya operasi pembebasan Irian Barat pada tanggal 19 Desember 1962, dikenal dengan TRIKORA, maka untuk menindaklanjutinya, Menteri PTIP mengeluarkan Instruksi Nomor 1 Tahun 1962 tentang Pembentukan Korps Sukarelawan di lingkungan Perguruan Tinggi. Berikutnya, kedua keputusan di atas disusul dengan Keputusan Bersama Wampa Hankam dan Menteri PTIP Nomor: M/A/20/1963 tanggal 24 Januari 1963 tentang Pelaksanaan Wajib Latih dan Pembentukan Resimen Mahasiswa di lingkungan Perguruan Tinggi. Pengembangannya dilakukan dalam satuan-satuan Resimen Induk Mahasiswa (RINWA), yang diatur dalam Keputusan Bersama Wampa Hankam dan Menteri PTIP Nomor: 14A/19-20-21/1963 tentang Resimen Induk Mahasiswa.

Tahun 1964 melalui Instruksi Menko Hankam/Kasab Nomor: AB/34046/1964 tanggal 21 April 1964 dilakukan pembentukan Menwa di tiap-tiap Kodam. Hal ini dipertegas dengan Keputusan Bersama Menko Hankam/Kasab dan Menteri PTIP Nomor: M/A/165/65 dan Nomor: 2/PTIP/65 tentang Organisasi dan Prosedur Mahasiswa, Menwa ikut serta mendukung operasi Dwikora (Dwi Komando Rakyat) tanggal 14 Mei 1964. Sebagai bukti keikutsertaan ini dapat diketahui bahwa hingga tanggal 20 Mei 1971, sebanyak 802 (delapan ratus dua) orang anggota Menwa memperoleh anugerah “Satya Lencana Penegak” dan beberapa memperoleh anugerah “Satya Lencana Dwikora”.

Dalam perkembangan sejarah selanjutnya, dimana Menwa memiliki andil yang besar dalam membantu menegakkan NKRI, maka PKI (Partai Komunis Indonesia) merasakan ancaman, sehinggal pada tanggal 28 September 1965, ketua PKI D.N. Aidit menuntut kepada Presiden Soekarno supaya Resimen Mahasiswa yang telah dibentuk di seluruh Indonesia dibubarkan. Tetapi hal itu tidak berhasil.

Masa Orde Baru

Persan Resimen Mahasiswa terus berlanjut dalam bidang Pertahanan Keamanan Negara, sekalipun tantangan juga semakin besar. Pada masa awal Order Baru, keterlibatan Menwa cukup besar dalam penumpasan sisa-sisa G 30 S/PKI, dilanjutkan dengan menjadi bagian dari Pasukan Kontingen Garuda ke Timur Tengah, Operasi teritorial di Timor Timur dan sebagainya. Penyelenggaraan pendidikan dan latihan dasar kemiliteran untuk menciptakan kader dan generasi baru bagi Menwa juga terus dilaksanakan.

Dilain pihak, dilingkungan Perguruan Tinggi pada tahun 1968 dikeluarkan keputusan untuk wajib latih bagi mahasiswa (WALAMA) dan wajib militer bagi mahasiswa (WAMIL) berdasarkan Keputusan Menhakamn Nomor : Kep/B/32/1968 tanggal 14 Februari 1968 tentang pengesahan Naskah Rencana Realisasi Program Sistem Wajib Latihan dan Wajib Militer bagi Mahasiswa. Dilanjutkan operasonalisasinya dengan keputusan Bersama Dirjen Dikti dan Kas Kodik Walama Nomor 2 Tahun 1968 dan Nomor : Kep/002/SKW-PW/68. Program ini kemudian diganti dengan Pendidikan Kewiraan dan Pendidikan Perwira Cadangan (PACAD) pada tahun 1973 (Keputusan Bersama Menhakam/Pangab dan Menteri P&K Nomor : Kep/21/B/1973 dan Nomor : 0228/U/1973 tanggal 31 Desember 1973. Program WALAWA ini diikuti oleh seluruh mahasiswa dan berbeda dengan Menwa keberadaannya.

Program WALAWA pada tahun 1974 dibubarkan. Dan pada tahun 1975 sejalan dengan perkembangan dan kemajuan penyempurnaan organisasi Menwa terus diupayakan. Setelah dikeluarkan Keputusan Bersama Menhankam/Pangab, Mendikbud dan Mendagri Nomor: Kep/39/XI/1975, Nomor: 0246A/V/1975 dan Nomor: 247 Tahun 1975 tentang Pembinaan Organisasi Resimen Mahasiswa dalam Mengikutsertakan Rakyat dalam Pembelaan Negara, disebutkan bahwa Resimen Mahasiswa dibentuk menurut pembagian wilayah Propinsi Daerah Tingkat I sehingga berjumlah 27 Resimen Mahasiswa di Indonesia. Sedangkan keanggotaan Menwa adalah mahasiswa yang telah lulus pendidikan Menwa (latihan dasar kemiliteran) dan Alumni Walawa.

Sebagai pelaksanaan ketentuan tersebut di atas, dikeluarkan Keputusan Bersama Menhankam/Pangab, Mendikbud dan Mendagri Nomor: Kep/02/I/1978, Nomor: 05/S/U/1978 dan Nomor: 17A Tahun 1978 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan Organisasi Menwa, hingga dilakukan lagi penyempurnaan peraturan pada tahun 1994.

Pada tanggal 28 Desember 1994 Organisasi Menwa mengalami penyempurnaan melalui Keputusan Bersama Menhankam, Mendikbud dan Mendagri Nomor: Kep/11/XII/1994, Nomor: 0342/U/1994 dan Nomor: 149 Tahun 1994 tentang Pembinaan dan Penggunaan Resimen Mahasiswa Dalam Bela Negara. Sebagai pelaksanaan ketentuan tersebut dikeluarkan serangkaian keputusan pada Direktur Jenderal terkait dari ketiga Departemen Pembina, yang terdiri atas Keputusan Dirjen Persmanvet Dephankam RI Nomor: Kep/03/III/1996 tanggal 14 Maret 1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pendidikan dan Latihan Resimen Mahasiswa, Nomor: Kep/04/III/1996 tanggal 14 Maret 1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pakaian Seragam, Tunggul dan Dhuaja Menwa dan Pemakaiannya dan Nomor: Kep/05/III/1996 tanggal 14 Maret 1996 tentang Peraturan Disiplin Resimen Mahasiswa. Serta Keputusan Dirjen Dikti Depdikbud RI Nomor: 522/Dikti/1996 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan Satuan Resimen Mahasiswa di Lingkungan Perguruan Tinggi.

Masa Reformasi

Pada masa reformasi yang salah satu agendanya adalah penghapusan Dwi Fungsi TNI, berimbas pada keberadaan Resimen Mahasiswa Indonesia, karena Menwa dianggap merupakan perpanjangan tangan TNI di lingkungan perguruan tinggi. Kemudian muncul tuntutan pembubaran Menwa di berbagai perguruan tinggi pada awal tahun 2000.

Menyikapi tuntutan pembubaran Menwa tersebut, para Pimpinan Menwa di berbagai daerah baik Komandan Satuan maupun Kepala Staf Resimen Mahasiswa mengadakan berbagai koordinasi tingkat regional dan nasional, antara lain dilaksanakan di Bandung, Yogyakarta dan di Jakarta.

Para Pembantu Rektor III Bidang Kemahasiswaan yang dikoordinasikan oleh Dirmawa Ditjen Dikti Depdiknas juga membentuk tim untuk membahas masalah Menwa dan mengadakan pertemuan di Yogyakarta, Jakarta dan terakhir di Makassar pada awal sampai pertengahan tahun 2000.

Pada akhir September 2000 diadakan Rapat Koordinasi antara tim PR III Bidang Kemahasiswaan dengan seluruh Kepala Staf Resimen Mahasiswa se-Indonesia di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur yang menghasilkan rancangan Keputusan Bersama 3 Menteri (Menhan, Mendiknas dan Mendagri) yang baru.

Pada tanggal 11 Oktober 2000 diterbitkan Keputusan Bersama Menhan, Mendiknas dan Mendagri Nomor: KB/14/M/X/2000, Nomor: 6/U/KB/2000 dan Nomor: 39 A Tahun 2000 tentang Pembinaan dan Pemberdayaan Resimen Mahasiswa. Sebagai pelaksanaan ketentuan dari KB 3 Menteri tersebut, dikeluarkan serangkaian surat dari Dirjen terkait dari 3 Departemen Pembina, yakni: Surat Edaran Dirjen Dikti Depdiknas RI Nomor: 212/D/T/2001 tanggal 19 Januari 2001, Surat Telegram Dirjen Sundaman Dephan RI Nomor: ST/02/I/2001 tanggal 23 Januari 2001 dan Surat Dirjen Kesbangpol Depdagri RI Nomor: 340/294.D.III tanggal 28 Januari 2002. Tetapi isi dari ketiga surat para Dirjen tersebut bukanlah sebagai Juklak atau Juknis dari KB 3 Menteri Tahun 2000 dimaksud.

Para Kepala Staf Resimen Mahasiswa se-Indonesia terus mengadakan berbagai pertemuan yang akhirnya bersepakat perlu adanya organisasi Menwa di tingkat Nasional sehingga terbentuk Badan Koordinasi Nasional Cors Resimen Mahasiswa Indonesia (BAKORNAS CRMI), yang disahkan keberadaannya pada Kongres I Resimen Mahasiswa Indonesia tahun 2002 di Medan.

Walaupun arah pembinaan dan pemberdayaan Menwa menjadi kurang optimal dengan belum terbitnya Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis) dari KB 3 Menteri tersebut di atas, pengabdian Menwa terus berlanjut. Salah satunya adalah sebagai pelopor pembentukan posko relawan kemanusiaan yang dikoordinasikan oleh Dephan RI untuk bencana Tsunami Aceh pada akhir Desember 2004 sampai dengan pertengahan 2005. Demikian juga ketika terdapat bencana gempa bumi di Yogyakarta tahun 2006, Menwa dari berbagai daerah juga mengirimkan relawannya.

Seiring dengan berjalannya waktu kinerja BAKORNAS CRMI sebagai wadah Menwa tingkat nasional dirasa kurang optimal sehingga pada tanggal 24-26 Juli 2006 diselenggarakan Rapat Komando Nasional Resimen Mahasiswa Indonesia di Jakarta, yang menghasilkan terbentuknya Komando Nasional Resimen Mahasiswa Indonesia (KONAS MENWA) sebagai pengganti BAKORNAS CRMI.

Mahawarman Ubah Citra Militeristis


Sumber : pikiran-rakyat.com

MUNCUL pertanyaan di forum mahasiswa yang dikutip dari salah satu milis Mahawarman,"Menwa (Resimen Mahasiswa) itu mahasiswa bukan?" Penanggap di forum tersebut yang saat itu menjabat sebagai salah satu komandan batalyon hanya bisa mengusap dada ketika pertanyaan terlontar.

Pertanyaan seperti itu mereka akui memang kerap ditanyakan kepada anggota menwa. Ekstremnya, selain ketidaktahuan status, menwa kadang dianggap satpam bahkan hansip kampus! Padahal, bila menilik sejarah, resimen yang dipersiapkan menjadi cadangan pertahanan negara ini mempunyai andil tidak kecil dalam pertahanan negara dari bahaya laten.

Terutama di Jawa Barat, ketika para mahasiswa Fakultas Kedokteran Unpad mengikuti wajib latih (wala) oleh Kodam III/Siliwangi di tahun 1959. Mahasiswa yang memperoleh wala saat itu turut berperan dalam menahan pemberontakan DI/TII di Jawa Barat. Hingga di tahun 1961, saat semangat Trikora menggema, rencana penyediaan perwira cadangan di perguruan tinggi pun muncul. Hal tersebut berlanjut dengan dikeluarkannya surat keputusan Menteri Koordinator Komponen Pertahanan dan Keamanan Dr. A.H. Nasution, jenderal TNI yang mengesahkan Resimen Mahawarman di tahun 1964. Dari Mahawarman di Jawa Barat, resimen mahasiswa menyebar hingga kini berdiri 26 satuan di berbagai perguruan tinggi seluruh Indonesia.

Kini, setelah 43 tahun pembentukannya, pertanyaan akan eksistensinya masih sering dipertanyakan di kalangan aktivis mahasiswa. "Tidak terasa eksistensinya bila memang tidak ada ancaman pertahanan," kata Yakobus Stefanus Muda, Kepala Staf Menwa Mahawarman Jawa Barat saat ditemui di kantor Staf Komando Menwa Mahawarman, Jln. Surapati No. 29 ini, Senin (31/12).

Stefanus mengambil contoh Palapes, resimen mahasiswa di Malaysia. Walaupun negara tersebut tidak dalam keadaan terancam, Palapes tetap mendapat perhatian yang serius dari negara dalam posisinya sebagai Korps Perwira Cadangan. Mereka hidup dalam asrama (barak) yang tersedia kolam renang dan lapangan tembak. Suatu saat, bila negara membutuhkan, mereka sudah siap dengan skill yang ada. Di Amerika Serikat, Reserve Officers Training Corps (ROTC) pada kampus besar seperti MIT (Massachusetts Institute of Technology), justru menyumbangkan andil yang besar pada militer negara (AS).

Alumni mereka yang tentunya berlatar belakang teknokrat menjadi perwira-perwira yang mengembangkan teknologi militer. Yang menarik, di jajaran kadet sukarela mereka tampak pula mahasiswa Indonesia yang tengah berkuliah di sana. Mereka mengaku ingin menyalurkan hobi/bersosialisasi dan belajar berorganisasi pada manajemen militer. Hal ini pulalah yang kini tengah dikembangkan di Mahawarman, pengemasan berbeda yang bisa membuat populis di mata mahasiswa. "Bukan doktrin militer yang diberikan, tetapi ilmu keprajuritan dasar dan kesatriaan, yang bermanfaat dalam melatih mental dan daya juang anggota," ujar Stefanus yang baru lulus dari Unpad.

Resimen Mahawarman yang membawahi 35 kampus dalam sembilan batalyon di Jawa Barat baru saja mengadakan pelatihan dasar Pendidikan Dasar Resimen Mahasiswa I, November lalu. Selain dilatih pemahaman tentang sikap etika dan kejiwaan organisasi, mereka dilatih pula skill yang sangat menarik bagi kawan kampus yang punya hobi paintball, taktik perang berikut menembak menggunakan senjata laras panjang. Senjata yang digunakan adalah mainan dan senjata tua SP-1 pada latihan biasa serta M-16 di lapangan tembak khusus.

"Tapi itu sama sekali bukan yang utama," tutur Stefanus. Kesan militeristik yang disimbolkan dengan senjata memang sudah lama mereka tinggalkan, termasuk pengunaan seragam loreng. Seragam hanya digunakan pada acara resmi satuan. "Kalo ada yang datang ke sini (kantor Staf Komando Menwa Mahawarman) pake seragam loreng, justru akan kita tindak," kata Yayat Hidayat, anggota Polisi Menwa, yang berwenang menindak segala pelanggaran disiplin seluruh anggota Menwa Mahawarman.

Selain pelatihan kompetensi anggota, Menwa Mahawarman kerap aktif pula dalam berbagai kegiatan penanggulangan bencana. Awal tahun baru ini, bersama Bandung Spirit dan PT DI, mereka akan memantau beberapa daerah rawan bencana di Jawa Barat.***

RESIMEN MAHASISWA IPB, SIAP KAPANPUN di BUTUHKAN


Jangan heran bila melihat pria atau wanita yang berpakaian seperti tentara sedang berjaga di pintu masuk gedung Graha Widya Wisuda (GWW) saat acara wisuda atau registrasi mahasiswa baru. Jangan takjub pula bila melihat pasukan bersenjata berada di barisan depan ketika upacara peringatan kemerdekaan Republik Indonesia di halaman gedung rektorat. Mereka bukanlah tentara, mereka adalah anggota Resimen Mahasiswa atau yang lebih dikenal dengan sebutan Menwa.
Menwa dibentuk pada tanggal 13 Juni 1959, sesuai dengan keputusan Pangdam IV/Siliwangi No. 40/2/5/1959. Pada awalnya dibentuk Wajib Latih Mahasiswa (WALAWA) dalam rangka menghadapi situasi kemanan di Jawa Barat yang saat itu sering terjadi peperangan. Menwa IPB di bentuk pada tahun 1964 dengan komandan pertama Adnin Adnan. Dalam perkembangan selanjutnya, status organisasinya berubah menjadi satuan Resimen Mahasiswa IPB. Kemudian berdasarkan pada keputusan bersama Menhan No. KB/14/M/X/2000, Mendiknas No. 6/V/KB/2000 dan Mendagri No. 39 tahun 2000 yang disepakati tanggal 11 Oktober 2000 tentang pembinaan dan pemberdayaan Resimen Mahasiswa, maka pembinaan dan pemberdayaan tersebut dilaksanakan melalui Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Perubahan Menwa IPB sebagai UKM jelas berdampak terhadap organisasi dan pola pembinaan. Bila dilihat dari segi pembinaan intern, organisasi yang saat ini berada di bawah pembinaan Prof. Dr. Ir. H. M. H. Bintoro, M.Agr dan Dr. Ir. Soemardjo, M. S. dituntut lebih mandiri dalam melaksanakan kegiatan tanpa meninggalkan fungsinya sebagai wadah pembinaan pengembangan sumber daya anggotanya.
Organisasi yang di gawangi oleh Mohammad Ramli sebagai komandan dan Joko Mulyo sebagai wakilnya, memiliki wewenang dalam menjaga keamanan kampus dan berhak menindak mahasiswa yang tidak mematuhi peraturan yang telah ditetapkan oleh IPB. Untuk menjaga keamanan lingkungan kampus, biasanya Menwa bekerjasama dengan pihak keamanan kampus.
Bagi pembaca Koran Kampus yang memiliki jiwa bela negara dan tertarik untuk bergabung, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Setiap pendaftar baik pria maupun wanita harus mengikuti serangkaian tes fisik dan tes kesehatan. Setelah menjalani tes-tes tersebut dan dinyatakan lulus, maka peserta berhak mengikuti kegiatan Menwa selanjutnya. Anggota baru akan diajarkan beberapa ilmu mengenai cara mengendalikan massa. Pola pembinaan anggota disesuaikan dengan tingkatan strata dan jabatan anggota. Ada empat strata berdasarkan tingkat keaktifan.
Pada tahun pertama, anggota Menwa menduduki strata remaja dengan fokus orientasi pada kemampuan dasar, kemampuan kesekretariatan, kemampuan operasional, kemampuan kerja cerdas, cepat, cermat dan tepat serta motivasi diri.
Memasuki tahun kedua, anggota akan menduduki strata muda dengan fokus orientasi pada latihan dasar kepemimpinan, psikologi manusia, mendengar, berbicara dan bersikap efektif serta kemampuan pelaksana tugas dan strategi.
Pada tahun ketiga, anggota menduduki strata madya dengan fokus orientasi meliputi kemampuan ormed, peka lingkungan, dan analisis kritis. Pada tingkat strata inilah anggota dapat dipilih menjadi komandan.
Tingkat keaktifan yang terakhir, pada tahun keempat anggota menduduki strata pratama dengan fokus orientasi sebagai analisator, evaluator, kontrol, pengarah dan resustra. Wah, banyak sekali ilmu bermanfaat yang didapat oleh setiap anggota.
Menwa IPB memiliki banyak kegiatan dan berbagai pendidikan latihan (diklat), diantaranya adalah pendidikan berjenjang seperti pra pendidikan dasar di satuan. Pendidikan khusus meliputi pendidikan SAR : laut, darat, udara. Pendidikan tembak mahir dan pendidikan khusus lainnya. Sweeping ketertiban dan keamanan, latihan hely repling. Tidak hanya itu, latihan integrasi taruna dewasa dan pelatihan paskibraka IPB juga termasuk dalam kegiatan, serta pendidikan dan latihan ilmu kemiliteran.
Sangat disayangkan, kegiatan Menwa yang begitu kompleks tidak di dukung dengan fasilitas yang memadai sehingga anggota Menwa harus mengadakan kegiatan di luar kampus. Biasanya, Menwa mengikuti latihan bersama dengan anggota TNI. Untuk itu, Menwa berharap pihak kampus dapat memberikan fasilitas yang layak agar dapat mendukung kegiatan Menwa.
Semoga semua yang diharapkan Menwa dapat terwujud dan Menwa tetap semangat dalam menegakkan kebenaran. Bagi kamu yang tertarik, tidak perlu ragu untuk bergabung di dalamnya. Sukses selalu untuk Menwa IPB. (MNC)

Resimen Mahasiswa IPB Ikuti Pendidikan Pelatihan Bela Negara


Sumber : ipb.ac.id
Sebanyak 53 anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Resimen Mahasiswa (Menwa) Institut Pertanian Bogor (IPB) mengikuti Pendidikan Pelatihan Bela Negara (PPBN) pada tanggal 16-18 April 2009 di Gunung Sindur Bogor. Kegiatan yang diikuti 88 peserta dan 34 asisten pendamping dari berbagai perguruan tinggi ini dipandu oleh Korem 061 Suryakencana. Kegiatan ini terselenggara berkat kerjasama IPB, Universitas Ibnu Khaldun, Universitas Pakuan, Universitas Djuanda, dan Korem 061 Suryakencana.


”PPBN ini juga fungsi sebagai latihan bagi resimen mahasiswa formula dari berbagai perguruan tinggi,” kata Komandan Batalyon VII Surya Kencana, Mahesa Yodhabrata didampingi Kasi Personalia Menwa IPB Antok Dwi Prasetyo. Pendidikan Pelatihan Bela Negara ini bertujuan meningkatkan rasa cinta terhadap tanah air dan negara yang saat ini mulai memudar.

Walau kegiatan dibuka hari Jum’at, sehari sebelumnya peserta sudah berada di lokasi di Komando Pendidikan Latihan Tempur Rindam Jaya Bogor. Paginya, di sana, peserta mengikuti pembekalan teori praktis seperti rafling, bongkar pasang senjata, flying fox, naik togle, hesti, panjat tali. Siang hari, pendidikan pelatihan dibuka Pangdam III Siliwangi Mayor Jenderal TNI Rasyid Qurnuen Aquary. Acara dilanjutkan bela diri militer dan malamnya menonton bareng film dokumenter perang TNI.

Hari Sabtu, peserta mengikuti long march menyusuri jejak dengan panduan peta dan kompas. Mereka diharuskan melewati sembilan pos. Masing-masing pos terdapat tugas mempraktekkan teori praktis yang diberikan sehari sebelumnya. Pos pertama dan kedua peserta mempraktekkan rayap tali. Pos ketiga, peserta melakukan teknik dasar tempur atau disingkat 5 M (merayap, merangkak, menghilang, menghindar dan menembak). Pos keempat, peserta melakukan jaring pendaratan yaitu memanjat jaring temali vertikal dan lalu menuruninya. Pos kelima, peserta melakukan penyeberangan basah. Pos keenam, peserta melakukan hesti. Pos ketujuh, peserta naik togle. Pos kedelepan, peserta melakukan flying fox atau meluncur. Pos kesembilan, peserta mempraktekkan bongkar pasang senjata.

Malam Sabtu, peserta mengikuti pembekalan kewiraan, kenegaraan, intelijen, kebangsaan dan sebagainya. Pagi harinya, kala fajar menyingsing mereka mengikuti jerit malam. Terdengar tembakan M-16 dan bom TNT sebagai tanda meninggalkan lokasi barak menuju pos yang disediakan. Minggu siang, dilakukan acara penutupan yang dilakukan Rektor IPB Dr.Herry Suhardiyanto dan Rektor Pakuan, Dr. Bibin Rubini, M.Pd. Pada kesempatan tersebut, Rektor IPB menandaskan bukti peran IPB dalam mencintai bangsa ini adalah dengan menyumbangkan berbagai pemikiran terkait kemajuan dunia pertanian di Indonesia. (ris)


RESIMEN MAHASISWA



Sumber : forumbebas.com

Resimen Mahasiswa (Menwa) adalah salah satu di antara sejumlah kekuatan sipil untuk mempertahankan negeri. Ia lahir di perguruan tinggi sebagai perwujudan Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta (Sishankamrata), beranggotakan para mahasiswa yang merasa terpanggil untuk membela negeri. Para anggota Menwa (wira) di setiap kampus membentuk satuan, yang disebut Satuan.

Sebagai salah satu unit kegiatan kemahasiswaan, komandan satuan melapor langsung kepada rektor/pimpinan perguruan tinggi.
Tanggal 13 Juni - 14 September 1959 diadakan wajib latih bagi para mahasiswa di Jawa Barat. Mahasiswa yang memperoleh latihan ini siap mempertahankan home-front dan bila perlu ikut memanggul senapan ke medan laga. Mahasiswa-mahasiswa walawa (WAJIB LATIH) dididik di Kodam VI/ Siliwangi dan para walawa diberi hak mengenakan lambang Siliwangi.

Pada tanggal 19 Desember 1961 di Yogyakarta, Komando Pimpinan Besar Revolusi Presiden RI Bung Karno mencetuskan Trikora. Seluruh rakyat menyambut komando ini dengan gegap gempita dengan semangat revolusi untuk merebut Irian Barat; termasuk juga mahasiswanya.

Isi Trikora:
1. Pantjangkan Sangsaka Merah Putih di Irian Barat
2. Gagalkan Negara Boneka Papua
3. Adakan Mobilisasi Umum

Sejak Trikora bergema maka kewaspadaan nasional makin diperkuat, makin memuncak sehingga timbul rencana pendidikan perwira cadangan di Perguruan Tinggi. Berdasarkan dua surat keputusan Pangdam VI Siliwangi, maka oleh pihak Universitas pada 20 Januari 1962 dibentuk suatu badan koordinasi yang diberi nama Badan Persiapan Pembentukan Resimen Serba Guna Mahasiswa Dam VI Siliwangi (disingkat BPP) Resimen Mahasiswa DAM VI/ Siliwangi, beranggotakan :

1. Prof. drg. R. G. Surya Sumantri ( Rektor Unpad) selaku Koordinator
2. Dr. Isrin Nurdin (Pembantu Rektor ITB) selaku Wakil Koordinator I
3. Drs. Kusdarminto (PR Unpar) selaku wakil Koordinator II
4. Major. Moch. Sunarman dari PUS PSYAD pada waktu itu selaku sekretaris.

Pada Februari 1962 diadakan Refreshing Course selama sepuluh minggu di Resimen Induk Infantri dan dilanjutkan dengan latihan selama 14 hari yang dikenal dengan sebutan Latihan Pasopati. Pada 20 Mei 1962 anggota Resimen Mahasiswa Angkatan 1959 dilantik oleh Pangdam VI/SLW menjadi bagian organik dari Kodam VI/SLW. Dalam rencana kerja empat tahunnya tercantumlah pembentukan kader inti dan ini sudah terlaksana sejak permulaan semester 2 tahun ajaran 1962-1963. termasuk pembentukan kader inti putri. Mahasiswa/i Jabar (Bandung khususnya) mengikuti Latihan di Bihbul, tempat penggodokan prajurit-prajurit TNI. (Sekarang Secaba Dam III/ Slw, Bihbul). Satuan-satuan inti dari Yon mahasiswa dari beberapa universitas dan akademi dikirim ke tempat ini di bawah asuhan pelatih-pelatih dari RINSIL. 12 Juni 1964 keluarlah Surat Keputusan Menteri Koordinator Komponen Pertahanan dan Keamanan DR. A.H. Nasution Jenderal TNI yang mengesahkan Duaja Resimen Mahawarman. Penyerahan Duaja dilakukan oleh Menko sendiri. Garuda Mahawarman resmi berdiri berdampingan dengan Harimau Siliwangi.

Satuan-Satuan di Republik Indonesia
• Indra Pahlawan di Riau
• Jayakarta di Daerah Khusus Ibukota Jakarta
• Mahabanten di Banten
• Mahadarma di Timor Timur (belum dibubarkan hingga 10-Oktober-2004)
• Mahadwiyudha di Bengkulu
• Mahadana di Nusa Tenggara Timur
• Mahadasa di Daerah Istimewa Aceh
• Mahadipa di Jawa Tengah
• Mahajani Nusa Tenggara Barat
• Mahakarta Daerah Istimewa Yogyakarta
• Mahaleo di Sulawesi Tenggara
• Mahamaku di Ambon
• Mahanata di Kalimantan Selatan
• Mahapura di Kalimantan Barat
• Maharatan di Lampung
• Maharuyung di Sumatera Barat
• Mahasamrat di Sulawesi Utara
• Mahasena di Bali
• Mahasurya di Jawa Timur
• Mahatara di Sumatera Utara
• Mahawarman di Jawa Barat
• Mahawijaya di Sumatera Selatan
• Mahawasih di Irian Jaya
• Mulawarman di Kalimantan Timur
• Pawana Cakti di Sulawesi Tengah
• Sultan Thaha di Jambi
• Wolter Monginsidi di Sulawesi Selatan
• Raja Haji di Tanjungpinang, Kepulauan Riau


TERLALU PAGI MEMBUBARKAN MENWA


Sumber : kompas.com

Sesepuh Resimen Mahasiswa (Menwa) Mahawarman, Jenderal (Purn) Mashudi mengatakan, keinginan pemerintah mencabut Surat Keputusan Bersama Menteri Pertahanan dan Keamanan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, serta Menteri Dalam Negeri yang terkait dengan pembubaran Menwa terlalu pagi dan tidak mendasar. Kehadiran Menwa dalam suatu negara justru sangat penting, karena mereka sebagai pelopor dari bela negara terutama berasal dari kalangan mahasiswa. Kehadiran Menwa ikut memacu rasa cinta terhadap Tanah Air," kata Mashudi, Sabtu (17/6) pagi di Lapangan Gasibu, Bandung.Usai peringatan HUT Menwa Mahawarman ke-41, Mashudi mengatakan, setiap warga negara wajib membela negaranya. Untuk itulah Mahawarman atau Menwa didirikan. Menurut Mashudi, pemerintah jangan membubarkan Menwa, karena mereka sebagai kelompok pembela negara. Siapa lagi yang akan membela negara, kalau bukan mereka. Untuk bela negara yang harus dipacu adalah semua mahasiswa. Jadi masih terlalu pagi membubarkan organisasi ini dan tidak mendasar," jelasnya. Mashudi mengatakan, di negara lain seperti Singapura, India, bahkan Malaysia sebagai negara kecil saja mempunyai wajib militer. "Masak Indonesia yang luas tidak akan ada wajib militernya. Menwa sebaiknya tidak dibubarkan, mereka itu kelompok bela negara," ujar Mashudi.

BATALYON VII SIAP SAPU BERSIH


Sumber : jurnalbogor.com

Bogor
- Gerakan Sapu Bersih (GSB) yang tinggal 26 hari lagi ternyata mengundang simpatik dari Resimen Mahasiswa (Menwa) Mahawarman. Komandan Batalyon 7 Mahawarman, Pratama Mahesa Yodhabrata mengatakan Menwa siap dukung Gerakan Sapu Bersih.
“Kami sangat mensupport Gerakan Sapu Bersih Jurnal Bogor dan Korem 061 Suryakancana, sesuai dengan motto kami WIDYA CASTRENA DHARMA SIDDHA, yang artinya penyempurnaan pengabdian dengan ilmu pengetahuan dan olah keprajuritan. Jadi semua kegiatan yang berbentuk pengabdian kepada negara akan kami dukung penuh,” ujar Mahesa kepada Jurnal Bogor kemarin.
Mahesa yang juga sedang menyelesaikan penelitiannya di Institut Pertanian Bogor ini menyebutkan, Menwa Mahawarman akan turunkan 1 SSK pada 7 Juni mendatang. “Untuk mensukseskan Gerakan sapu Bersih ini, kami akan menerjunkan 1 SSK yang jumlahnya minimal 60 orang. Namun kami usahakan untuk mengerahkan seluruh personel Mahawarman yang jumlahnya 122 orang dari empat universitas, yaitu IPB, Unpak, Unida dan UIKA,” paparnya.
“Kami akan membantu Gerakan Sapu Bersih dengan tenaga dan pemikiran kami, karena kami ingin Bogor kembali menjadi Kota Adipura. Selain itu kami juga akan mengajak seluruh Unit Kerja Mahasiswa (UKM) dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dari setiap kampus untuk mensukseskan Gerakan Sapu Bersih ini,” tambah Mahesa.
Menurut Mahesa, Gerakan Sapu Bersih ini dapat menstimulasi masyarakat untuk mencintai kebersihan di Kota Bogor. “Gerakan Sapu Bersih ini dapat merangsang masyarakat untuk lebih mencintai kebersihan di Kota Bogor ini, dahulu Bogor indah, sekarang karena masyarakat kurang mencintai kebersihan, jadi kurang indah lagi,” ungkap Mahesa.
“Saya mewakili rekan-rekan dari Menwa Mahawarman sangat berharap setelah Gerakan Sapu Bersih nanti, masyarakat dapat mempertahankan kebersihan, keindahan dan kesejukan Kota Bogor. Dimulai dari kesadaran diri masing-masing untuk menjaga kebersihan di lingkungannya,” harap Mahesa yang diamini rekan-rekannya.

Muhammad Hafidh